Adnan A. Saleh, M.Si
Dosen Prodi BKI IAIN Parepare
Kajian menarik dalam Psikologi adalah tentang diri (self). Pada setiap aliran utama psikologi, setidaknya misalnya psikoanalisis, behavioristik, humanistik, kognitif, dan Psikologi Islam, menjelaskan self dengan pandangan berbeda. Psikoanalisis menjelaskan diri (self) melalui struktur kepribadian id, ego, dan superego di mana manusia dibentuk oleh alam bawah sadarnya (komponen kepribadian yang ada di bagian id). Behavioristik menjelaskan diri (self) yang dibentuk oleh lingkungan sehingga menggmbarkan manusia seperti mesin. Humanistik menjelaskan diri (self) bahwa individu bertumbuh dan berkembang dipengaruhi oleh potensi atau kekuatan sendiri dan memperkenalkan hirarki kebutuhan yang seharusnya dipenuhi oleh setiap individu agar bisa menjadi manusia seutuhnya. Kognitif menjelaskan diri (self), bahwa perilaku manusia berdasar pada kesadaran yang dibangun dari pengalaman atau interaksi dengan orang lain. Psikologi Islam menjelaskan diri (self) melalui struktur kepribadian yang terdiri dari jisim, ruh, dan nafs.
Sering kali kita mendapatkan
pertanyaan mengenai diri (self) manusia
dengan diri binatang. Salah satu yang bisa kita lihat perbedaannya adalah
kemampuan manusia melakukan pemahaman dan refleksi dirinya sendiri. Manusia
mampu melihat dan menyelami dirinya sendiri bahkan mampu menjaga atau mengambil
jarak dari diri sendiri. Manusia mampu menyadari apa saja yang telah
dilakukannya, berfikir dan mengevaluasi kelebihan serta kekurangan dirinya.
Olehnya itu, akan mudah kita temukan ada manusia yang menyukai atau membenci
dirinya sendiri, menerima atau menolak dirinya sendiri, memuji atau memaki
dirinya sendiri.
Beberapa hari ini, dan mungkin
masih akan berlanjut, kita sedang ramai membincangkan virus Corona yang sedang
menjadi konsen bersama. Tidak heran, bila pertanyaan diajukan kepada kita hari
ini “Apa tujuan hidupmu saat ini?”. Mayoritas kita akan mengatakan terbebas
dari pendemi virus Corona (Covid-19) ini. Pemerintah nyatanya menangkapnya
sebagai cita-cita kolektif masyarakat Indonesia. Strategi yang diambil adalah
himbauan dan aturan terkait dengan social
distancing (menjaga jarak sosial). Himbauan ini telah menjadi seruan
bersama baik pemerintah maupun non pemerintah yang dalam praktinya meliburkan
pendidikan, bekerja dari rumah, dan beribadah di rumah.
Menarik membaca temuan penelitian
dari Timothy C. Reluga yang dipublikasikan pada jurnal PLoS Comput Biol dengan judul Game Theory of
Social Distancing in Response to an Epidemic, menunjukkan bahwa social distancing paling bermanfaat bagi
individu dengan lainnya dengan jarak dua meter. Praktik social distancing dipercaya dapat mengurangi tingkat keparahan
penyebaran pendemi. Akan tetapi manfaat social
distancing tergantung pada sejauh mana seseorang mampu melakukan dengan
mengorbankan kebiasaan yang selama dilakukan.
Mari melihat kalimat “mengorbankan
kebiasaan”, inilah yang menjadi salah satu tantangan terlaksananya social distancing. Setiap diri (self) tentu tidaklah mudah melaksanakannya.
Diri (self) itu diminta untuk merubah
perilaku yang telah menjadi kebiasaan menjadi perilaku yang berbeda (baru).
Sumbangsih kajian
psikologi sosial kaitannya dengan isu ini adalah regulasi diri (self regulation). Dalam buku yang ditulis
oleh Agus Abdul Rahman yang berjudul Psikologi Sosial mendefinisikan bahwa regulasi
diri adalah suatu upaya untuk mengendalikan pikiran, perasaan, dan perilaku
dalam rangka mencapai tujuan. Pengertian ini menunjukan bahwa terdapat iga
aspek yang harus dikendalikan yaitu pikiran, perasaan, dan perilaku. Dalam buku
yang saya tulis berjudul Pengantar Psikologi, saya gambarkan secara umum
bagaimana perilaku dibentuk yaitu mulai dari niat, pengetahuan, dan sikap.
Ketiga komponen ini menjadi dasar munculnya perilaku manusia. Ketiga komponen
ini berada di wilayah kendali diri (self)
manusia yang tidak terlepas dari pengaruh di luar diri manusia. Komponen
tersebut haruslah dikontrol sesuai dengan tujuan perilaku yang akan dibentuk.
Dalam kaitannya dengan social distancing, perilaku yang akan
dibentuk adalah menjaga jarak dengan orang lain, kita perlu fokus dan melakukan
regulasi diri supaya tujuan tersebut bisa tercapai. Untuk mencapai tujuan
tersebut, paling tidak terdapat tiga bentuk pengaturan diri yang harus
dilakukan, yaitu covert regulation,
behavioral regulation, dan environmental
regulation.
Pertama, Covert regulation dapat dipahami bahwa
pengaturan kognitif dan afektif pada diri manusia agar mendukung atau tidak
mengganggu proses pencapaian perilaku social
distancing, misalnya pemahaman akan pentingnya tidak keluar rumah.
Kedua, Environmental regulation menunjuk pada
pengamatan dan pengelolaan lingkungan sehingga mendukung terhadap proses
pencapaian tujuan perilaku social
distancing, misalnya perilaku mempersiapkan fasilitas kerja/belajar di
rumah.
Ketiga, Behavioral regulation menunjuk pada
pengaturan perilaku yang sekiranya menjadi prasyarat bagi tercapainya tujuan social distancing,Dalam kajian psikologi
Islam, mengedepankan prinsip agama, regulasi diri ini disampaikan secara rinci
dan detail. Banyak ritual keagamaan yang mengajarkan behavioral regulation misalnya setiap memulai aktivitas dianjurkan
untuk membaca basmalah dan berdoa, sebelum tidur dianjurkan berwudhu, apabila
menguap agar menutup mulut, apabila bersin mengucapkan hamdalah, sebelum makan
dan setelah makan dianjurkan berdia, makan hanya saat lapar dan berhenti
sebelum kenyang, ketika makan agar menggunakan tangan kanan, dan lainnya.
Selanjutnya, klik ke bagian dua tulisan
Selanjutnya, klik ke bagian dua tulisan