Tulisan seserhana ini membahas singkat tentang delusi yang bersifat paranoia, muluk dan
somatik akibat terpapar “informasi berlebihan” tentang covid-19.
Delusi (waham/al-wahmu)
biasa dipahami sebagai keyakinan atau kesan yang keliru, dipegang teguh oleh
seseorang, meskipun itu bertentangan dengan realitas dan apa yang secara umum
dianggap benar. Setidaknya terdapat tiga jenis delusi; delusi paranoia, delusi
muluk, dan delusi somatik.
Pertama, seseorang yang
mengalami delusi paranoia, dapat saja berfikir bahwa jika ada seseorang yang
batuk dan bersin berlebihan disampingnya, maka ia menganggap sedang bersama seorang
penderita covid-19
Kedua, seseorang
dengan delusi yang muluk-muluk, dia akan merasa sebagai orang yang penting secara
berlebihan, seakan dunia berputar, dan dia adalah porosnya. Gejala delusi ini
bisa jadi menjangkit para penyebar berita hoax atau informasi yang menyebabkan
kepanikan massal. Seseorang yang menganggap dirinya yang paling penting sebagai
informan yang merasa sukses mempengaruhi banyak orang.
Ketiga, delusi somatik adalah ketika seseorang percaya bahwa mereka akan atau sedang terjangkit
virus yang mematikan, namun pada kenyataannya ia sehat.
Delusi
kerap timbul sebagai ekspresi kejiwaan terhadap adanya rangsangan eksternal.
Itu berarti berkaitan dengan bagaimana seseorang melihat, mendengar, merasakan,
atau mencium sesuatu yang ada. Misalnya, jika seseorang mendengar gejala
terjangkit virus covid-19 adalah batuk, tenggorokan gatal atau sesak nafas,
maka serta merta ia merasa seakan terjangkit jika mengalami hal sejenis,
padahal belum tentu.
Delusi adalah setengah dari penyakit. Ketenangan adalah setengah dari obat. Kesabaran adalah awal dari penyembuhan. -Ibn Sina.
Ibn Sina
menjelaskan bahwa delusi itu berbahaya. Delusi dapat mempengaruhi seseorang kehilangan
keyakinan positif (self esteem), bahkan keyakinan atas kemampuan diri sendiri
(self-efficacy). Konteks penyebaran covid-19 yang massif saat ini, dapat saja diperburuk
oleh keadaan kejiwaan seseorang yang delusif. Baik pada Orang Dalam Pengawasan
(ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP), Positif Covid-19, bahkan lebih buruk lagi
pada mereka yang sehat secara fisik, namun kejiwaaannya terjangkit delusi
hebat.
Dalam menangani
delusi ini, setidaknya terdapat dua langkah;
Pertama, jangan berputus asa dari rahmat Tuhan (La tay’asu min
rauhillah, Q.S. Yusuf:87). Sikap optimisme penting untuk dijaga kaitannya
dengan era pandemik virus seperti saat ini. Pesan Ya’qub kepada putra-putranya
akan ketidakpastian hidup mereka di masa kemarau panjang serta kemungkinan akan
mendapat bantuan logistik dari adeknya Yusuf, yang masa kecilnya dizhalimi
mereka, dan ketika besar ternyata telah menjadi pejabat tinggi di Mesir. Pesan
Ya’qub ini menegaskan agar senantiasa optimis dan jangan mudah menyerah dengan
keadaan.
Kedua, mencegah lebih baik daripada mengobati (al-wiqayah khayrun minal-‘ilaaj). Langkah pencegahan delusi itu penting di era disrupsi. Pesan dan dinding media sosial kita penuh dengan hantaman informasi yang tak kunjung henti, yang belum tentu benar adanya. Sebaiknya kita selektif dalam meng-konsumsi informasi. Karena informasi seperti makanan, ada yang bisa kita kunyah, ada juga yang harus disisihkan. Contohnya, anda takkan mungkin makan durian dengan bijinya sekaligus.
Kedua, mencegah lebih baik daripada mengobati (al-wiqayah khayrun minal-‘ilaaj). Langkah pencegahan delusi itu penting di era disrupsi. Pesan dan dinding media sosial kita penuh dengan hantaman informasi yang tak kunjung henti, yang belum tentu benar adanya. Sebaiknya kita selektif dalam meng-konsumsi informasi. Karena informasi seperti makanan, ada yang bisa kita kunyah, ada juga yang harus disisihkan. Contohnya, anda takkan mungkin makan durian dengan bijinya sekaligus.
..
to be continued..
wa ma taufiqy illa billah
Parepare, 27 Maret 2020